Jumat, 19 Oktober 2012

Nilai Filosofi Puasa Ramadhan


Nilai Filosofi Puasa Ramadhan

 

SEMUA yang disyariatkan ajaran Islam ataupun yang dilarangnya  pasti mengandung nilai-nilai (makna) filosofisnya. Barang kali hanya saja kita belum mampu mengatahui dan menghayatinya. Seperti halnya dengani badah-ibadah lainnya, maka ibadah puasa pun setidaknya ada enam nilai filosofis yang dikandungnya:

Pertama, ibadah puasa mengandung nilai pernyataan syukur kepada Allah swt atas segala nikmat yang telah diberikan kepada manusia; Kedua, ibadah puasa dapat mengendalikan sifat-sifat hayawaniyah atau bahamiyah, seperti makan, minum dan lainnya yang melekat pada manusia, tidak sebebas orang yang tidak berpuasa;

Ketiga, ibadah puasa adalah sebagai latihan dan imtihan untuk menguji seseorang sampai di mana ketaatan dan ketahanan jiwanya, serta kejujuran dalam menjalani tugasnya sebagai hamba Allah. Orang pasti memilih lapar karena berpuasa ketimbang karena melawan perintah Allah;

Keempat, ibadah Puasa merupakan suatu sistem untuk membiasakan  makan yang teratur, guna menjaga dan memelihara kesehatan. Karena penyebab dari segala penyakit, berawal dari perut (ma’idah) sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Perut itu adalah sarang penyakit, dan pencegahan awal adalah pangkal pengobatan, berikanlah masing-masing tubuh apa yang telah terbiasa.”;

Kelima, ibadah puasa dapat menekan dan mengendalikan nafsu syahwat atau hawa nafsu. Orang yang sedang berpuasa tidak berbicara hal-hal porno dan merangsang, apa lagi melakukan ataupun memikirkannya, karena semua itu membuat rusaknya pahala puasa, dan;

Keenam, dengan beribadah puasa dapat merasakan betapa pahit dan perihnya perut yang keroncongan dan tidak makan berhari-hari. Dengan demikian ia akan mudah tergugah dan menerima kalau diajak untuk bersedekah kepada fakir miskin. Ia akan mudah menaruh kepedulian kepada masalah-masalah social yang ada di sekelilingnya.

Untuk dapat menyikapi dan merasakan hikmah-hikmah tersebut, tentunya dengan menjaga dan memelihara tata cara berpuasa dari hal-hal yang dapat mengurangi dan membatalkan nilai-nilai ibadah. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda: “Berapa banyak orang orang yang melakukan ibadah puasa hanya yang ia peroleh adalah kelaparan dan kehausan.”

Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: Pertama, menjauhkan diri sesuatu yang merusakkan ibadah puasa itu sendiri; Kedua, menghindarkan dari hal-hal yang menghilangkan nilai atau pahala ibadah puasa, seperti mencaci orang, mengupat, mencela, memaki dan lain sebagainya.

Ketiga, mengurangi tidur di siang hari, karena kalau kita tidur untuk tidak merasakan keletihan berpuasa, berarti kita tidak akan  merasakan salah satu dari hikmah puasa itu; Keempat, membatasi diri dari sifat-sifat amarah dan emosinal; Kelima, memelihara pancaindra atau anggota badan, seperti telinga, mata, hidung, lidah dan sebagainya;

Keenam, memperbanyak amaliyah Ramadhan selama bulan Ramadhan ini, antara lain memperbanyak membaca Alquran, bersedekah dan memberi  bantuan lainnya. “Sesungguhnya sadaqah itut menolak dan menjauhkan dari penyakit penyakit dan malapetaka.” (al-Hadis); Ketujuh, menghidupkan malam dengan shalat malam dan shalat terawih;

Kedelapan, melakukan iktikaf pada malam-malam sepuluh Ramadhan yang akhir sebagaimana kerap dilakukan Rasulullah saw sebagaimana disebutkan dalam satu hadisnya: “Apabila mulai sepuluh malam akhir bulan Ramadhan, Rasulullah saw beribadat terus diwaktu malam, membangunkan keluarganya dan melakukakn iktikaf, dan; Kesembilan, menghidupkan malam Qadar, yaitu berusaha beribadat diwaktu malam mengharapkan memperoleh malam Qadar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar