Minggu, 07 Oktober 2012

TATA CARA PENYELENGGARAAN JENAZAH Disusun Oleh : Zainal Masri


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim,
Puji dan syukur kita panjatkan kehadiratNya Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua, sehingga dengan rahmat dan karuniNya itu pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.. Sholawat dan salam kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya sekalian.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh sebab itu, dengan besar hati pemakalah mengucapkan terima kasih, kepada :
a.       Ibu Dra. Fadriati, M.Ag selaku dosen pembimbing
b.      Orang tua yang telah memberi dukungan moril dan materil
c.       Anggota pemakalah yang telah bekerjasama
d.      Teman-teman
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua demi kemajuan makalah selanjutnnya.

                                                                                Batusangkar, 05 Oktober 2012
                                                                                              Salam,


                                                                                           Pemakalah   


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................   
DAFTAR ISI...................................................................................................
  1. PENDAHULUAN
  2. PEMBAHASAN
a.       Pengertian jenazah……………………………..……………….
b.      Memandikan Jenazah…………………………………………..
c.       Menshalatkan Jenazah)…………………………………………
d.      Menguburkan Jenazah………………………………………….

C.     PENUTUP
  1. Kesimpulan………………………………………………………..
  2. Saran……………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………… ……………………










TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH
A.    PENDAHULUAN
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba menguraikan  dalam penjelasan berikut ini.
B.     PEMBAHASAN
1.       Pengertian Jenazah
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (جن ذح) yang berarti tubuh mayat dan kata جن ذ   yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang tertutup.[1]
2.      Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.  Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:
عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم قا ل: فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر (رواه ا لبخرو مسلم)
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)[2]
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:
1.      Orang yang utama memandikan jenazah
a.       Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
b.      Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c.       Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
d.      Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)[4]
2.      Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
a.       Muslim, berakal, dan baligh
b.      Berniat memandikan jenazah
c.       Jujur dan sholeh
d.      Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.[5]

3.      Mayat yang wajib untuk dimandikan
a.       Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b.      Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
c.       Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d.      Bukan mayat yang mati syahid [6]

4.      Tatacara memandikan jenazah
Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim, yaitu:
a.       Perlu diingat, sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mandinya, seperti:
1.      Tempat memandikan pada ruangan yang tertutup.
2.      Air secukupnya.
3.      Sabun, air kapur barus dan wangi-wangian.
4.      Sarung tangan untuk memandikan.
5.      Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
6.      Kain basahan, handuk, dll.[7]
b.      Ambil kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.
c.       Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup.
d.      Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
e.       Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya perlahan-lahan.
f.       Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.
g.      Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya dan bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h.      Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
i.        Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan wangi-wangian.
j.        Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
k.      Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang wajib. Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.
l.        Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis itu saja.
m.    Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur kebelakang, setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.
n.      Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi kain kafannya.
o.      Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.[8]

3.      Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا لله صلى ا لله عليه و سلم كلتمس و جه ا لله فو قع ا جرنا على الله فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا لا بر د ة, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جلا ه, و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا لا ذ خر (رواه ا لبخا ر ى)
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)[9]
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
1.      Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh mayat.
2.      Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3.      Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5 lapis.
4.      Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5.      Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.[10]
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mayat laki-laki
a.       Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
b.      Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c.       Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d.      Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
e.       Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
f.       Jika kain  kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang ada.[11]

2.      Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
a.       Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b.      Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c.       Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d.      Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e.       Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.[12]
Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
a.       Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b.      Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c.       Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d.      Pakaikan sarung.
e.       Pakaikan baju kurung.
f.       Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g.      Pakaikan kerudung.
h.      Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
i.        Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.[13]
4.      Menshalatkan Jenazah
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه)
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a.       Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b.      Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c.       Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d.      Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
e.       Keluarga terdekat.
f.       Kaum muslimim seluruhnya.[14]
Rukun shalat jenazah ialah:
a.       Berniat menshalatkan jenazah.
b.      Takbir empat kali.
c.       Berdiri bagi yang kuasa.[15]
Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1.      Niat shalat jenazah
Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum shalat jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu dan menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala si mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si mayat.
Lafal niat shalat jenazah:
a.       Untuk mayat laki-laki
ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
b.      Untuk mayat perempuan
ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
2.      Takbir 4 kali
a.       Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÊÈ ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÌÈ Å7Î=»tB ÏQöqtƒ ÉúïÏe$!$# ÇÍÈ x$­ƒÎ) ßç7÷ètR y$­ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ $tRÏ÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ xÞºuŽÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgøn=tã ÎŽöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgøn=tæ Ÿwur tûüÏj9!$žÒ9$# ÇÐÈ
Artinya:   
1.      Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
2.      Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
3.      Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
4.      Yang menguasai di hari Pembalasan,
5.      Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan,
6.      Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7.      (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

b.      Takbir kedua dan membaca shalawat
ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا براهيم و با رك على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا لعا لمين ا نك حميد مجيد.
Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
c.       Takbir ketiga  dan membaca do’a untuk si mayat
ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ها) ووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخطا يا كم ينقى ا لثو ب من ا لد نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من دا ر ه  (ها) و ا هلا خيرا من ا هله (ها) و ادخله (ها) ا لجنة و ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر.
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan sentosakanlah dia, muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia dari kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia dari siksa kubur dan siksa neraka.”
d.      Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
ا للحم لا تحر منا ا جر ه (ها) ولا تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها)
Artinya:   Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”[16]

5.      Menguburkan Jenazah
Adapun tata cara menguburkan jenazah adalah:
1.      Masukkanlah mayat dari arah kakinya, jika tidak ada kesulitan.
2.      Bagi mayat perempuan, ketika menguburkannya disunnahkan ditirai dengan kain.
3.      Bagi mayat perempuan yang memasukkannya kedalam kuburan hendaklah muhrimnya.
4.      Letakkan mayat di lahat dalam posisi miring ke kanan dan mukanya menghadap ke kiblat. Rapatkan ke dinding kuburan supaya tidak bergeser dan berikan bantalan di bagian belakang dengan gumpalan tanah agar tidak terbalik ke belakang.
5.      Letakkan mayat di dalam kuburan dengan membaca doa
بسم ا لله و على ملة ر سو ل لله
                “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah”
6.      Lepaskan ikatan kain kafan di bagian kepala dan kaki mayat.
7.      Setelah selesai meletakkan mayat di dalam kuburan, terlebih dahulu mayat di tutup dengan kabin (kepingan-kepingan tanah, papan) barulah di timbun dengan tanah.
8.      Disunnahkan sebelum menimbun kuburan meletakkan tiga gengam tanah pada bagian kepala, pinggang dan kaki.[17]
Hal-hal yang dilarang dan dianjurkan melakukannya setelah kuburan ditimbun yaitu:
a.       Tinggikan kuburan (20 cm) dari tanah sebagai tanda bahwa itu adalah kuburan.
b.      Boleh memberi tanda kuburan dengan batu atau sejenisnya.
c.       Membundarkannya lebih baik daripada meratakannya.
d.      Haram membuat bangunan diatas kuburan,
e.       Makruh duduk dan berdiri di atas kuburan dan haram buang air di atas kuburan.
f.       Tidak boleh membangun mesjid di atas kuburan dan membuat jendela khusus ke arah kuburan.[18]
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah, antara lain:
a.       Memperoleh pahala yang besar.
b.      Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c.       Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
d.      Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e.       Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.[19]


C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk  menghormati kemuliannya itu perlu mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
a.       Memandikan
b.      Mengkafani
c.       Menshalatkan
d.      Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
a.       Memperoleh pahala yang besar.
b.      Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c.       Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
d.      Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e.       Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

2.      Saran
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya dengan baik ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan dating.

















DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah. Jakarta: Amzah
Abd. Ghoni Asyukur. 1989.  Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah
M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I.  Jakarta: Tiga Serangkai










[1] Abd. Ghoni Asyukur, Shalat Dan Merawat Jenazah, (Bandung: Sayyidah, 1989), h. 5
[2] M. Rizal Qasim, Pengamalan Fikih I, (Jakarta: Tiga Serangkai, 2000), h. 65
[3] Abdul Karim, Petunjuk  Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah, (Jakarta: Amzah, 2004), h. 20-21
[4] Op.Cit, M. Rizal Qasim, h. 66
[5] Op. Cit, Abdul Karim, h. 20
[6] Ibbid, Abdul Karim, h. 22
[7] Ibbid, Abdul Karim, h. 26
[8] Lop.Cit, M. Rizal Qasim, h. 66
[9] Ibbid, M. Rizal Qasim, h. 67
[10] Ibbid, M. Rizal Qasim, h. 68
[11] Lop.Cit, M. Rizal Qasim, h. 68
[12] Ibbid, M. Rizal Qasim, h. 69
[13] Lop.Cit, M. Rizal Qasim, h. 69
[14] Op.Cit, Abdul Karim, h. 33
[15] Op.Cit, M. Rizal Qasim, h. 70
[16] Op.Cit, Abdul Karim, h. 33-40
[17]Ibbid, Abdul Karim, h. 48-50
[18] Ibbid, Abdul Karim, h. 50-51
[19] Op.Cit, M. Rizal Qasim, h. 72

2 komentar:

  1. Wah, mantap penjelasannya, mkasih gan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Samad dadrana@,, salam kenal y,,makasih juga sudah singgah di blognya awak,, jika banyak kkurangannya awak mohon maaf, mungkin bisa d cari tambahan sumbernya buku2 yang lain..:)

      Hapus